“Mbak.. beli tiket”
“Film apa?”
“Thankyou for your service!”
Deuh.. rasanya enak banget mengucapkan judul film ini. Seperti mengucapkan terima kasih dengan sopan. Simbak segera menyodorkan tiket yang diminta, masuk bioskop dan duduk manis. Berapa jumlah penontonnya? Untuk film dengan genre-genre seperti ini, jangan berharap banyak lah. Kemaren pas nonton, jumlah penonton nggak lebih dari jumlah jari di sepasang tangan. Apalagi ditayangkan pas barengan sama THOR:Ragnarok.
Begitu film ditayangkan, hm.. biasa.. film perang, ada dar der dor.. Eeh pas adegan Emory tertembak, heuugh… langsung dada terganjal. Plus lagi ketika Emory digendong Adam Schumann lewat tangga dan terjatuh, lebih heuggh lagi..
Setelah 15 menit, film ini makin mengalir dan memikat, selanjutnya adegan demi adegan ditayangkan lumayan realistis. Film ini dibuat berdasarkan kisah nyata, dengan karakter yang benar-benar ada.
Alkisah, ada sekelompok serdadu baru pulang dari perang Iraq. Sampe di kampungnya, ternyata mereka dihantui stress berkepanjangan akibat kejadian-kejadian selama perang. Rasa bersalah, rasa kecewa, tidak tau apa yang bisa di lakukan di kampungnya sendiri, dan masalah-masalah khas lainnya. Ditambah lagi, ternyata, kembali ke kampung tidak membuat mereka merasa gagah, apalagi merasa jadi pahlawan. Fakta mereka harus mengemis-ngemis pekerjaan, cari duit serabutan, ditinggal pacar, disangsikan kewarasannya, tidak ditugaskan kembali padahal ngarep, atau sebaliknya, nggak ngarep ditugasin, eeeh malah ditugasin kembali, membuat mereka makin sutress.
Galau dan sutress, apakah lebih baik kembali sehat tapi nggak dianggap pahlawan, nggak dianggap berjasa, nggak dapet tunjangan, dlsb, atau kembali dalam keadaan cacat, sehingga orang bakal percaya bahwa perang itu bener-bener ada. Ujung-ujungnya mereka perlu masuk rumah terapi dan perawatan, yang justru belum cukup banyak membantu, karena jumlah dan daya tampungnya terbatas, sementara jumlah penderita stress seperti ini buanyak sekali di seantero Amerika.
Film ini menyajikan kenyataan-kenyataan tragis. Ngapain perang? buat gagah-gagahan? buat membela keyakinan? Keyakinan apa yang dibela? Siapa kawan siapa lawan? Kenyataan tragis bahwa banyak prajurit yang selamat dari perang hebat dan pertempuran mengerikan, malah meninggal dengan cara yang amat tragis di kampungnya sendiri. Ada yang meninggal gegara bunuh diri, ditinggal pacar, frustasi, mabuk-mabukan, dan lain-lain, atau gegara ditembak muridnya sendiri (misalnya di American snipper). Tragis, ironis dan bikin meringis.
Intinya selalu sama, anak-anak muda yang dikompori disuruh berjuang demi negara, dikirim ke medan perang yang bukan medan mereka, disuruh bertempur, kemudian ketika pulang atau mati muda, cukup diberikan penghargaan ala kadarnya, dan selanjutnya mereka harus melanjutkan hidup seperti orang biasa, tidak ada istimewanya. Plot seperti ini selalu ada dari setiap perang-perang yang melibatkan Amerika, tinggal diganti aja judul perangnya. Bisa perang Vietnam, perang Teluk, dan terakhir perang Iraq.
Film yang cukup apik ini diganjar rating 78% di rottentomatoes dan 6.5 di imdb.com. Secara pribadi saya suka sekali nonton film ini. Film yang bagus, tanpa nama-nama aktor besar, kecuali Amy Schummer, yang juga bukan sebagai tokoh utama. Awalnya saya kira film ini dibintangi Joseph Gordon-Levitt, ternyata yang mirip-mirip Josh-GL itu Miles Teller. Soalnya saya juga pernah nonton film yang rada-rada mirip ceritanya, yang salah satu pemainnya adalah Joseph Gordon-Levitt. Judulnya “Stop-Loss”.
Stop-loss ini nggak mengklaim didasari oleh kisah nyata atau sejenisnya, tapi kayaknya konflik yang disajikan mungkin aja bener-bener ada. Kalo di film Thankyou for your service, diceritakan bagaimana perjuangan para veteran tersebut untuk kembali “hidup normal” dan melupakan trauma perang, dalam Stop-Loss menceritakan bagaimana para veteran yang menolak untuk ditugaskan kembali di perang, dikejar-kejar bak buronan karena dianggap desersi. Kalo setting di Thankyou for your service adalah pemuda yang sudah cukup mapan untuk berumah tangga. Pada stop-loss setting dramanya segerombolan pemuda yang masih muda-muda dan senang kumpul-kumpul. Tapi, dua-duanya menurut saya layak ditonton dan direnungkan. Emang, apa sih bangganya berperang demi “ambisi” Amerika? Membela bangsa nggak.. membela ideologi juga nggak jelas, kecuali itu semua karena tugas semata-mata.
Cuma, satu pertanyaan yang bikin penasaran. Kok di trailer-nya ada soundtrack “Human” -nya Rag n Bone Man, eeh pas ditonton filmnya sampe abis, nggak ada lagu itu..
Setiap film pasti ada plus minusnya laah. Nonton film kisah nyata tentang perang emang perlu kesiapan melihat adegan-adegan cukup sadis, darah-darahan. Kesadisan dan darah-darahan di film ini nggak sesadis film perang lainnya, misalnya Hacksaw Ridge. Lha wong di film Thank you for your service ini, adegan perang cuma bumbu aja, selewat-selewat aja. Ceritanya bukan tentang perang itu sendiri, tapi bagaimana dampak perang kepada orang-orang yang terlibat. Ceritanya lumayan ngenes dan berkesan, meski nggak semengenaskan Dunkirk. Entahlah kalo dibanding film-film perang Vietnam, secara saya nggak terlalu suka film perang Vietnam, rasanya terlalu sereem gitu.. terlalu sadis dan banyak darahnya.
Inilah para tokoh nyata di film tersebut saat ini.