Dog Lover

Dog Lover? Kok bisa?
Yaiyalah bisa, suddenly tiba-tiba Ayu tertarik sama doggie ketika berumur  6 tahun. Entah apa sebabnya, mungkin suatu saat saya keceplosan lupa cerita bahwa dulu kita pernah memelihara anjing. Apa? Memelihara? Kapan? Yaaa dulu sekali, ketika masih muda belia dan lingkungan memungkinkan.

Sejak tertarik dengan doggie, hampir setiap saat ketemu anjing, entah anjing jalanan, anjing di halaman rumah orang, anjing numpang lewat, ayu pasti selalu melirik dan berusaha menyapa.  Ketika tahun 2015 berkelana ke Lombok dan Bali, kita sering berpapasan dengan anjing liar di pantai-pantai atau di sepanjang jalan. Ayu selalu berusaha berhenti untuk menyapa, dan jika memungkinkan, menyisihkan makanan untuk disodorkan ke anjing-anjing liar tersebut. Menurut Ayu, anjing itu cute.  Mau gimana lagi, dorongan ketertarikan terhadap anjing terjadi begitu saja.
Anehnya, lagi demen-demennya dengan anjing seperti itu, tiba-tiba ada yang menawari anjing.  Ya, menawari begitu saja. Mula-mula ditawari German Shepherd berusia 6 bulan.  Woow, baik Ayu dan Bilal kesenengan buanget. Mereka sudah dua kali mengunjungi Simon, nama si German Shepherd tersebut, untuk maen dan menyapa.  Si anjing juga sudah cukup ramah. Cumaaaaaa…. ya mau disimpen dimana anjing sebesar itu,  German Shepherd umur 6 bulan yang masih kid tersebut masih senang melonjak-lonjak kesana kemari, berlari-lari, mengejar-ngejar apapun. Lha tempat kita kan cuma seuprit gitu, mana bukan rumah sendiri, mana halaman sharing sama orang, dlsb.  Si empunya GS meyakinkan bahwa kita bisa memeliharanya, bahkan menawarkan untuk memberikan kandangnya sekalian.  Kandang besi berukuran 1.5×1.5×1.5.  Simon yang kalo berdiri hampir setinggi ayah itu, mau disimpen dimana? Mosok di kandang terus-terusan? Kalo diajak maen, gimana tetangga…
Tapi  mau nolak gimana yaaa.. wong dalam hati pengen juga siih, plus anak-anak udah seneeng banget.. Dalam keadaan galau seperti itu, datang kabar bahwa si Simon tidak jadi dihibahkan karena adik si Pemilik kemudian memutuskan untuk memelihara Simon.  Sebagai gantinya, ditawarkanlah jenis Alaskan Malamute. Whaat.. noo way..  GS aja sudah repot, apalagi ini jenis AM yang katanya kalo lari-lari, bisa-bisa serumah-rumah berantakan.  So, meskipun sangat pengen punya piaraan kaki 4, akhirnya kita lupakan.. Cuma, keluarga pemilik Simon yang sangat animal lover ini tidak berputus asa. Dengan ramah dan baik hatinya mereka berjanji akan mencarikan anjing yang cukup ramah untuk dipelihara oleh anak-anak. Mungkin mereka sangat tertarik dengan anak-anak saya yang begitu dekat ke binatang.
Lantas, sesuai janji, akhirnya mereka tiba-tiba mengabari bahwa anjing Golden Retriever (GR) mereka sedang hamil, nanti kalo sudah lahir, mungkin kita bisa mengadopsi salah satu anaknya.  Dua bulan kemudian mereka berkabar bahwa GR sudah melahirkan sebanyak 12 anak. Waaw banyak banget. Dengan 12 anak, tentunya mereka dengan sukarela menyerahkan satu anak untuk diadopsi.  Rada galau, mau nerima tapi takut tetangga ribut. Mau nolak, kok sayang..
So akhirnya, tibalah saat si Golden Retriever itu diantarkan ke rumah, baru berusia satu bulan, tapi sudah bisa makan sendiri.  Saya terpaksa mendadak membeli kandang lipat baru, karena berbarengan dengan datangnya puppie tersebut, si Monnie my cat juga baru saja melahirkan.  Golden retriever yang konon berjenis Gold (warna bulu keemasan) ini diberi nama Minnie oleh pemiliknya. Konon karena badannya paling kecil dibandingkan bayi-bayi yang lain.  Minnie diserahkan sudah dalam keadaan diberi stambuk, karena Minnie dilahirkan dari perkawinan anjing melalui breeding terkemuka, jadi bukan sembarang anak anjing.

Kedatangan Minnie disambut riang gembira oleh anak saya, tetapi oleh rasa cemas dan waswas oleh saya. Saya cemas seperti apa tanggapan tetangga. Maklum kita sharing halaman, dan saya tahu anak anjing umur segitu itu pasti nggak mau diem. Lari sana lari sini.  Minnie  hidup dengan gembira di keluarga. Malam pertama datang, Minnie terus melolong karena mungkin kaget tiba-tiba tidur sendirian, di luar pula. Lolongannya terhenti setelah kandangnya ditarik kakak Bilal ke kamarnya. Minnie tidur pulas sampe pagi.  Besok-besoknya Minnie mulai berlari-lari di  halaman, mengawut-awut kalo misalnya dilepas di dalam rumah. Minnie masih sangat bayi, jangankan menggigit, turun tangga aja masih menangis ketakutan.  Lama-kelamaan Minnie terbiasa bermain dengan anak-anak kucing. Akhirnya lama-lama kita satukan kandangnya, kita satukan juga makannya, karena pusing juga membeda-bedakan tempat makan dan Minnie selalu menerjang apapun yang kita bawa ke arah tempat makannya.  Memelihara Minnie di lingkungan seperti saya ini cukup capek. Capek karena tetangga dan anak-anak lain tidak familiar dengan anjing. Mereka ketakutan dan menganggap anjing itu hewan menjijikan, haram, najis dlsb. Jadi kemanapun Minnie berlarian, pasti mereka sibuk menjerit-jerit. Lah Minnie kira mereka ngajak bermain, jadilah huru-hara setiap kali Minnie dilepas siang hari.  Oleh karena itu, untuk mengurangi huru-hara, Minnie hanya dilepas sore/malam hari.  Beberapa kali Ayu, yang sangat sering maen dengan Minnie, bahkan bajunya, sepatunya digigit dan ditarik-tarik, ditanyai oleh temennya.. “Ayu, kamu agamanya apa? Kenapa mau main sama anjing?”. Eeh Ayu yang terlanjur cintrong sama Minnie, menjawab santai.. tenaang saya tau kok cara membersihkannya.

Ayu dengan Minnie, umur 2.5 bulan

Tapi masalahnya nggak sampe disitu, anjing Minnie ini buang pup sembarangan, namanya juga masih bayi, belum bisa toilet training. Saya dan Ayahnya Ayu selalu siap serok untuk mengumpulkan pup tersebut.  Masalah lain muncul ketika ingin membersihkan kandang, yang biasanya saya bersihkan dekat rumput-rumput pinggir lapangan.  Biasanya ketika saya membersihkan kandang yang dulu hanya ditempati oleh  kucing, nggak ada yang keberatan. Nah pas saya mau membersihkan kandang Minnie, eeh sang tetangga langsung keberatan. Akhirnya tiap membersihkan kandang, harus ditarik jauh ke halaman belakang, atau membersihkannya malem-malem.  Ribet deeh…

Teman akrab Minnie itu si anak kucing bernama Messi.  Messi ini seumuran Minnie tapi tentunya badannya jauh lebih kecil. Messie sering dianggap mainan oleh Minnie. Digulung-gulung, dipermainkan dengan mulutnya seperti digigit-gigit. Tapi Messie nggak apa-apa kok, setelahnya mereka akan berlarian lagi ke sana kemari.  Kadang-kadang Minnie menggigit Messie terlalu  keras, sampai messi mengeong.  Kalo sudah mengeong, biasanya langsung dilepas. Intinya Minnie bisa mengukur, kapan menggigit keras kapan  hanya becanda.  Minnie pernah menghancurkan bola plastik anak-anak dan sepatu bot Ayu.

Tapi, memelihara binatang dalam masa peralihan dari Bayi menjadi dewasa adalah masa kritis, sama aja kayak anak manusia. Anjing atau kucing pada masa ini penuh dengan masa adaptasi. Mereka harus diajari toilet training, mengikuti aturan di rumah, mempelajari mana yang boleh dan mana yang nggak boleh. Dalam masa belajar tersebut, pastilah sering terjadi korban kecolongan. Entah perabot acak-acakan, barang-barang berantakan, pecah, rusak, sobek, dlsb. Plus kotoran yang seringkali kebablasan dimana-mana.  Saya nggak masalah dan sudah siap dengan solusinya. Lap pel selalu tersedia, demikian juga dengan sapu dan serok.  Melihara binatang nggak bisa dilihat dari pas lucunya aja. Lihat juga resiko capeknya.

Meskipun Minnie tumbuh menjadi anjing yang lucu, namun Minnie tetap sulit diterima oleh tetangga yang lingkungannya secara kultural sangat tidak akrab dengan anjing.  Mulai dari nyinyir-nyinyiran dikit sampe suatu hari Ayahnya Ayu didatangi oleh “perwakilan pemilik rumah” (makelum, kami masih kontraktor), yang nggak cuma dateng, tapi bawa segepok buku-buku hadist untuk meyakinkan pendapatnya tentang haramnya anjing, haramnya memelihara anjing, dlsb.  Nggak bawa Al-Quran sih, soalnya nggak ada di Al-Quran larangan memelihara anjing.  Naah yang bikin seneb itu, tiba-tiba dia mengeluarkan dalil, entah darimana,  yang  menyatakan bahwa ketika kita memelihara anjing, bukan hanya rumah kita nggak dimasukin malaikat, tapi juga shalat kita bisa nggak diterima 40 hari 40 malam. Bussyeet daaah.. dalil darimana itu…  Bahkan cukup dengan anjing lewat di pekarangan kita, sudah merusak shalat kita.. Woowww.. sereeem..  Mana doi ngakunya lulusan pesantren dan tinggi elmu agamanya.
Sudahlah, kita sadar diri bukan pemilik rumah, sadar diri kita cuma kontraktor, akhirnya kita  mengalah.  Trus mikir.. mau dikemanain si Minnie?

Sang Ayah sibuk menawar-nawarkan Minnie, tapi nggak ada yang  meyakinkan. Sampe suatu hari kita bercerita kepada budenya Ayu tentang Minnie. Bude Endang yang tinggal di Bekasi ini langsung tertarik. Tapi gimana bawanya?  Maka, pada suatu hari, Minnie dengan kandangnya dibawa ke Karawang. Maksudnya akan diantarkan ke rumah Bude Endang malam harinya. Tapi, sebelum malam tiba, bude Endang sudah datang naik motor.  Bude membawa kain gendong panjang dan tanpa ba-bi-bu, Bude menggendong Minnie yang waktu itu berumur 3 bulan, dengan kain.  Minnie dibawa ke Bekasi dengan motor. Apa? Motor?  Digendong?  Yaa  begitulah kalo orang sudah jatuh cintrong. Minnie juga menurut digendong. Kata bude, Minnie diem di sepanjang perjalanan.  Si Ayah bercerita bahwa ketika berpisah, Minnie memasang ekspresi sedih.  Lha gimana.. buat para dog Lovers, anjing itu sudah seperti anggota keluarga. Mereka berbicara dengan anjingnya seperti berbicara dengan anaknya sendiri.

Sejak Minnie pindah ke Bekasi, Ayu dan kakak Bilal pengen sekali menengok. Cuma karena waktu dan kesibukan, kita sangat sulit menemui Minnie.  Hampir setahun kemudian, ketika lebaran, kita bersilaturahmi ke rumah Bude Endang sekaligus menemui Minnie.  Minnie yang umurnya hampir setahun, langsung mengenali Ayu dan Bilal, Begitu tali pengikatnya dilepas, Minnie langsung menerkam Ayu sampai hampir-hampir ayu terguling. Minnie juga melonjak-lonjak ingin digendong kakak Bilal. Padahal badannya udah gedee banget. Demikian kata orang, anjing tidak pernah melupakan siapa yang pernah dia anggap sebagai ‘tuan’.

Minnie di rumah bude Endang, umur 10 bulan

Bagaimana lagi? Meskipun Ayu sangat suka dengan doggie, kita tidak mungkin memeliharanya.  Kasian doggie-nya kalo lingkungan masih seperti ini. Kemana-mana si doggie itu berjalan, orang-orang langsung curiga. Kalo dikurug terus, kan kasian.  Sebagai kompensasi untuk mengatasi rasa kepengen memelihara anjing, Ayu jadi sering membaca informasi tentang anjing, melalui mbah Google,  dan sering mengunjungi tempat penjualan anjing di jl. Eykman, pet park, atau Rumah Guguk di  seputaran Setiabudi atas.  Setiap kali ke tempat tersebut, Ayu akan menghabiskan waktu sekitar setengah jam sampai beberapa jam untuk menyapa dan bermain dengan para anjing.  Akibat sering membaca juga, Ayu banyak hafal jenis-jenis anjing dan kebiasaan-kebiasannya.  Ayu bisa membedakan macam-macam anjing terrier yang menurut saya hampir sama semua.  Ayu selalu berkhayal, semoga suatu saat diberi rezeki punya rumah dengan halaman yang besar, supaya bisa memelihara anjing-anjing kesayangannya.

Ayu dengan anjing-anjing di PetPark, American Akita dan Collie

Sebenernya  nggak aneh juga sih kalo Ayu ujug-ujug tertarik dengan Anjing. Mungkin sudah ada bau-baunya dari sononya alias udah ada bawaan orok. Hehehe.. Ayahnya Ayu,  sejak bersama saya, sudah 2x memelihara anjing. Anjing yang pertama dipelihara dibeli dari tetangga yang entah nemu dimana. Anjing itu diikat di halaman dan selalu  menggonggong karena diganggu oleh anak-anak.  Makin mengonggong, makin diganggu. Dilempar-lempar batu, dicolok-colok pake lidi, dlsb.  Karena kasihan, dibelilah anjing tersebut seharga 50 rebu, tahun 1990 an kalo nggak salah.  Anjing ini berjenis Mini Pinscher dan ternyata kaki depannya cacat.  Ada kaki tapi nggak bisa menapak.  Oleh karena itu kita beri nama Tripod.   Tripod tidak pernah dibawa masuk ke dalam rumah, karena waktu itu masih banyak tetangga dan anak-anak di dalam rumah.  Tripod juga lebih banyak diikat di depan rumah. Tapi seringkali tiap malam diajak jalan-jalan.  Sekitar 6 bulan dipelihara, Tripod didatangi cowok berjenis Golden Retriever. Cowok ini langsung menetap sekitar 2 bulan. Nampaknya cowok ini berminat mempersunting Tripod.  Karena menetap, akhirnya cowok ini kita beri nama juga, Cokie, karena bulunya kecoklatan.  Tripod akhirnya hamil dan melahirkan 3 ekor anak.  Anak tripod kita pelihara 1, yang dua kita berikan kepada teman. Ketika anaknya sudah lahir, Cokie tiba-tiba tidak datang lagi. Meski sudah kita cari berhari-hari, nggak pernah lagi kita melihat Cokie.  Eeh sekitar 1 bulan umur anaknya, Tripod juga tiba-tiba menghilang.  Biasanya tiap malam Tripod dilepas, pagi-pagi sudah ada di teras rumah.  Dugaan kami, jangan-jangan tripod tertabrak mobil karena waktu itu kita tinggal di dekat jalan raya.   Tapi, setelah dicari berhari-hari, mayatnya pun tidak ditemukan.

Lantas kita membesarkan anak Tripod, perpaduan Mini Pinscher dan Golden Retriever. Anak Tripod ini diberi nama Zombie. Warna dan tinggi badannya mirip Tripod, tapi lebih lebar badannya dan bulunya lebih tebal.  Jadinya mirip kayak German Shepherd kecil.  Wajahnya persis tripod, mirip kayak Dobermen, muka berwarna coklat hitam dan ada alis coklat di atas matanya.  Zombie bisa hidup dengan nyaman karena ketika itu lingkungan sekitar berubah.  Tetangga berkurang dan banyak ruang kosong untuk berlari-lari.  Sayang, waktu itu belum ada kamera digital dan nggak ada foto Zombie yang tersisa.  Zombie jadi teman setia Ayah karena waktu itu Ayah sering sakit sehingga sering di rumah. Zombie sudah seperti anggota keluarga, selalu hadir kalo ada tamu, ikut main gapleh bersama teman-teman adik si Ayah, ikut menonton TV bahkan rebutan kursi dengan mbah Kakung, dan selalu ingin berkenalan dengan tamu-tamu yang baru pertama kali datang.  Zombie juga selalu tidur di kursi di kamar ayah. Kursi itu tadinya disediakan untuk teman-teman yang menengok ayah ketika ayah sakit.  Jadi, praktis selama sakit, ayah ditemani Zombie kemanapun.  Banyak kenangan ayah dan keluarga bersama Zombie.  Misalnya, Zombie punya kebiasaan berpuasa setiap hari Rabu.  Seharian dia nggak mau  makan apa-apa, pas azan maghrib, baru deh makanannya disentuh. Believe it or not!! Yang menemukan fenomena ini mbah Putri. Ketika pada hari Rabu saya menyodorkan biskuit mari Regal kesukaannya, dia cuek, bahkan sampe disodor-sodorkan ke mulutnya, juga cuek. Kata mbah Putri, zombie lagi puasa.. Oalah.  Pas azan magrib, mari itu dimakannya habis.

Tapi suatu hari Zombie nggak pulang, entah kemana, seharian dicari sama om Beny, sampe ke setiap rumah tetangga, taman, dan seputaran daerah rumah. Nggak ada.  Pagi sebelum Zombie nggak kembali, dia meletakkan wajahnya di kasur, menempel, sampe saya usir..husssh ngapain kamu.. Zombie cuma melihat aja.. terus pergi.  Sejak itu kita nggak pernah melihat wujud Zombie lagi, baik hidup maupun mati. Dugaan bisa macem-macem. Bisa dicuri orang, atau ketabrak (tapi dicari-cari mayatnya nggak ketemu juga).  Sedih sih, tapi ya mau apa lagi…

Karena Ayah terus bersedih atas kehilangan Zombie, setahun kemudian mbak Ujie membawa hadiah dari temannya, sejenis anjing kecil juga, masih bayi,  baru umur kira-kira 2 bulan, ada 2 ekor.  Satu kita beri nama Bopi, satu lagi Boli.  Nah karena memelihara 2 anjing ini ternyata ribet, terutama karena mereka jadi punya teman main, jadi gerakannya lumayan acak plus acak-acakan, akhirnya kita sepakat memberikan Bopi ke teman.  Pada hari Bopi akan diserahkan, Bopi masuk ke kolong kursi, susah sekali diambil, dia menolak mati-matian untuk keluar kolong. Ketika diambil, Bopi terus melolong.. haduh kesian..  Sekitar 1 bulan kemudian, kita mendengar kabar bahwa Bopi akhirnya mati.  Rupanya semenjak diserahkan ke orang lain, Bopi ngadat, nggak mau bersuara, nggak menggonggong, dieeem terus, duduk di pojokan, dan makannya ogah-ogahan. Lama-lama mati. Waduuh, sutres rupanya. Cuma anehnya orangnya kok nggak ngomong siih, udah mati baru aja ngomong.. hadeuuh keseeel..
Tinggallah Boli menjadi anjing kesayangan ayah. Boli ini bulunya lebih tebal dari Zombie, tingginya sepantaran zombie juga. Konon ini anjing campuran, cuma kita nggak tau jenisnya apa. Telinganya teplek rebah, bulu dominan hitam, wajah nggak terlalu  mancung.  Boli anjing yang manja dan susah pisah dengan orang. Akhirnya Boli diberi nama panggilan Kirik (anak anjing – bahasa Jawa). Boli  kita urus selama kira-kira 2 tahun juga. Makannya seperti makanan manusia, paling suka tempe oseng.  Soal sensi, Boli sama sensinya seperti Zombi, bahkan lebih cengeng. Pernah sekali waktu, Boli menghilang 2 hari entah kemana. Meski sudah dicari-cari, nggak ketemu.  Suatu sore Boli pulang. Begitu ketemu Ayah, dia langsung menyandarkan wajahnya di kaki ayah, kemudian melolong-lolong (seperti menangis). Di matanya mengalir air mata (beneraan lho.. bukan lebay), sampe harus kita susut dengan tisu.  Mungkin dia mengadu, kemana aja ngilang 2 hari ini.  Setiap kali ayah ke luar kota, harus selalu pamit dengan Boli, ngomong langsung (jiaah.. pasti nggak percaya deh.. kok ngomong dengan anjing). Kira-kira ayah berucap seperti ini,  Ayah pergi dulu ya, kamu baik-baik di rumah, jagain mbah Kakung, nurut sama mbah kakung.. hehehe..
Pernah sekali waktu, ayah pergi subuh-subuh dan lupa ngomong, karena mau melayat kerabat yang meninggal. Nggak taunya ayah baru pulang 2 hari kemudian.  Ketika pulang, mbah Kakung melaporkan Boli mogok makan, duduk di kolong kursi, dan muntah-muntah. Mbah kakung sudah khawatir Boli sakit.  Begitu ayah datang, Boli langsung keluar dari persembunyiannya dan duduk di depan ayah. Ketika ayah tegur, kenapa nggak mau makan? Boli cuma diem, nggak menggonggong. Ketika ayah menghadap ke wajah Boli, Boli membalikan wajah ke arah yang berlawanan. Ketika dipaksa bertatapan, Boli malah menutup mata. healaah.. Anjing kok bisa ngambek.. Akhirnya ayah ngajak ngomong, panjang lebar, sambil dielus-elus. (halaah.. percaya nggak? pasti nggak percaya yaaa….). Setelah diajak ngomong, akhirnya Boli  mau makan, meski cuma dengan nasi plus sayur oseng tempe.
Kemana Boli sekarang? Lagi-lagi, menghilang tanpa jejak, tanpa kabar berita, sekitar umur 2 tahun. Entah kemana.. Sama seperti zombie, Boli menghilang tak kembali setelah jalan-jalan malam. Entah diculik, ditabrak, atau kemana..
Sejak itu, kita tidak berani memelihara anjing. Takut sedih kalo hilang. Ditambah lagi lingkungan sulit menerima.

Salah satu foto dengan Boli, yang tersisa…

Posted in Curcol, Uncategorized.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *