Nah lho, dimana lagi itu?
Sebenarnya piknik ke lokasi ini bener-bener nggak sengaja. Dimulai dari ide gile bude Endang yang berkesan seolah-olah sudah pernah kesana. Beliau nyeletuk, hayuuuk kita kemping ke curug Ciangin, tempatnya cakep, asyik, dlsb, dlsb..
Gayung bersambut, panitia dibentuk, EO bekerja, dlsb.. Bo’ong ketang, mostly perjalanan ini organized by Bude Ujie yang cantik, baik hati, tidak sombong dan rajin menabung. Satu hari sebelum berangkat, bingunglah kita, setelah mendengar kabar konon medannya berat, konon jalannya sempit, berbatu-batu, curam, dlsb. Gimana ini? Padahal rombongan kemping berasal dari beragam usia, dari anak balita sampe kakek-kakek dan nenek-nenek lincah? Tapi semua sudah kadung di-booking, sudah bayar DP pulak. Ketika ditanya-tanya, eeh ternyata bude Endang juga belum pernah kesana.. Oalaah.. katanya cuma denger-denger dari orang-orang. Tempatnya asyik.. katanya..
Jadi, jika ingin praktis kemping di Curug Ciangin, sudah ada semacam sarana dan prasarana, kita tingggal kontak-kontak dan mereka menyediakan semuanya. Ada semacam harga paket-paketan, seperti sewa tenda kapasitas sekian orang berapa, makan 1x berapa, tiket kolam renang berapa dst.
Nah untuk rombongan happy family kali ini, Bude Ujie memesan paket sebagai berikut:
- Tenda, kapasitas 20 orang (tenda peleton) sekitar Rp.300.000 satu malam
- Makan, 3x, 1x sore, 1xbreakfast, dan 1x siang besok harinya. Menu makan standar terdiri dari ayam lalab, dan untuk breakfast diberikan menu nasi goreng. Satu kali makan dihitung sekitar Rp. 20rb.
- Tikar, lupa, kalo nggak salah sekitar 10 atau 20rb per lembar, dengan isi tenda sekitar 20 orang tersebut kita memesan sekitar 5-6 tikar.
- Kayu bakar, kira-kira 15 ribu/ikat
- Tiket kolam renang, dihitung 2x masuk, sekitar 10rb 1x masuk, dikali sekitar 10 orang, jadi sekitar Rp.200.000
Selain pesanan di atas, kita juga membawa perlengkapan lain seperti (sewa, di semacam jasa sewa kemping-kempingan)
- Sewa sleeping bag 20 x Rp. 5000
- Sewa lampu 5 x Rp. 15.000
Tentunya beberapa rombongan membawa property sendiri, misalnya Om Beny and family membawa tenda dan sleeping bag sendiri. Demikian juga dengan Om Andun. Perlengkapan masak juga kita bawa sendiri, terdiri atas kompor gas kecil dengan gasnya. Panci kecil untuk memasak, perlengkapan makan, lauk pauk tambahan, nasi, serta beberapa snack. Namanya juga piknik serombongan. Takut kelaparan dan jauh dari mana-mana, ribet kan..
Rombongan berangkat berasal dari 3 titik. Satu rombongan dari Jakarta berisi Bude Endang dan keluarga Om Benny, Satu rombongan dari Karawang, satu lagi dari Bandung. Selanjutnya masih ada satu motor yang nyusul nekad start dari Lembang.
Sekira sabtu siang rombongan berangkat dari masing-masing titik. Lokasinya sendiri sekitar belokan setelah Ciater Subang, Jalannya kecil dan berbelok-belok. Setelah beberapa kali berhenti dan tanya-tanya penduduk, akhirnya kita sampai di lokasi. Jalan yang semula mulus, makin lama makin menyempit hingga cukup 1 kendaraan saja. Rupanya, arah ke Curug Ciangin ini sudah diatur sedemikian rupa sehingga arah pergi dan pulang menempuh jalan yang berbeda. Oh ya, Curug Ciangin ini terletak di wilayah wisata Cibeusi yang juga memiliki beberapa curug lainnya.
Setelah mobil terparkir rapi, kita disambut semacam guide lokal yang akan mengantarkan ke lokasi. Menurut info, cukup 5 menit jalan kaki. Jadi kita langsung optimis, ya deh bawa dulu sebagian barang, nanti balik lagi.
Jalanlah kita dengan santai menuju lokasi perkemahan. Mula-mula jalan santai, terus lama-lama mulai berkelok-kelok, eeeh lama-lama terjal, terus naik, turun, dan curam. Lhoo kok nggak sampe-sampe? Ternyata.. estimasi 5 menit itu mungkin untuk ukuran penduduk setempat yang sudah tiap hari lewat jalan berkelok-kelok tersebut. Untuk ukuran kita? Waduuuh ada ngkali 10 menit lebih. Tempat berkemahnya sendiri terletak di lembah, setelah melewati bebukitan terjal sebelumnya. Curug Ciangin terletak di sebelah ujung salah satu lembah kecil. Nah ternyata, tempat berkemah ini disebut sebagai Muara Jambu (tapi ketika disana kita nggak nemu satupun pohon jambu).
Sampai di lokasi, barulah kita mikir, deuh harus balik lagi nih, ngambil barang-barang? Ya terpaksa bagi tugas, satu rombongan berangkat lagi dengan tekad membawa semua barang satu kali angkut!
Di salah satu sudut tempat berkemah, sudah terbentang tenda yang kami pesan, tenda pleton. Di depan tenda tersebut, tenda cadangan segera kami dirikan. Selanjutnya tinggal hahahihi menunggu hari sore.
Kolam renang terletak di sebelah kiri tenda, cukup luas dan tidak terlalu dalam. Udaranya juga tidak terlalu dingin, padahal kita pergi di tengah-tengah musim panas yang biasanya kalo siang udaranya panas, tapi kalo malam sangat dingin. Air kolam renang juga air dingin biasa, tapi cukup jernih, dan tanpa kaporit. Jadi tidak perlu pake kacamata, karena nggak bakal pedih kena mata. Di sebelah ujung kolam renang ada toilet yang cukup bersih dengan air yang mengalir deras, ada mushala dengan deretan kran wudhu dan juga mukena dan sarung, ada juga beberapa saung tersebar di beberapa lokasi perkemahan.
Hari itu, selain kami, rupanya ada beberapa rombongan lain berkemah dengan menggunakan kemah kecil, sekitar isi 3-4 orang. Suasana cukup rame, banyak anak-anak, bahkan bayi-bayi juga (deuh nggak kebayang gimana ngegendong bayi jalan segitu jauh). Rombongan kami ada satu balita umur 4 tahun, selebihnya kebanyakan abege-abege.
Para abege-abege ini begitu hilang capeknya langsung jebur ke kolam renang sampe sore. Setelahnya mereka mandi biasa-biasa aja, karena air dan cuacanya nggak terlalu dingin. Di sekitaran tempat kemah, mengalir sungai dengan air jernih, tenang dan dangkal, sehingga anak-anak bisa bermain-main di sungai itu juga, kalo bosen main di kolam renang.
Menjelang malam, kami mulai memesan kayu bakar dan mulai membuat api unggun. Tiba-tiba rombongan ini nyadar bahwa kita nggak bawa alat musik. Lupa bawa gitar, harmonika dan sejenisnya. Itu gegara di tenda sebelah mulai terdengar gejreng-gejreng gitar. Deuh, udah tuwek2 kok ya masih pada pengen nggenjreng sih? Yasud, terpaksalah kita bernyanyi-nyanyi alakadarnya menggunakan karaokean dari HP. Oh ya, area perkemahan diterangi satu lampu sorot di ujung lapangan, selebihnya nggak ada aliran listrik, jadi jangan ngarep bisa nge-charge HP ya. Untung kita bawa beberapa lampu templok bertenaga batere hasil nyewa.
Sekitar selepas maghrib, mereka mulai mengantarkan makan malam. Menunya nasi ayam dan sambal lalab, plus satu teko penuh air teh panas. Nasi yang segar dan pulen, serta ayam yang gurih (kayaknya ayam kampung atau ayam jantan), segera ludes. Menjelang jam tidur, kita bagi-bagi lapak dan baru sadar bahwa tenda peleton itu ternyata kurang lebar untuk kita semua. Hal ini karena banyak barang-barang yang ditumpuk di tengah-tengah tenda. Untung kita membawa beberapa tenda cadangan, plus lagi beberapa orang nekad tidur di saung-saung terbuka. Hal ini karena cuacanya benar-benar biasa, nggak terlalu dingin dan berangin.
Besok pagi, sekitar jam tujuh, sarapan segera disiapkan. Kita kelebihan nasi, karena kemarin membawa banyak nasi. Akhirnya kita request agar nasi itu digoreng saja, nitip bumbu, telor dan pernik-pernik nasi goreng ke orang yang ngurus dapur. Setelah beres, kita cukup membayar ongkos goreng menggoreng dan telor seharga sepuluh ribu saja.
Selesai sarapan, sebagian anak-anak lagi-lagi berenang dan nyoba jalan-jalan ke curugnya sendiri. Lokasi curug terpisah dengan jembatan dari tempat berkemah. Di curug banyak anak-anak muda terjun dari atas karena katanya kedalaman air di bawah curug sekitar 6 meter. Tapi, abege-abege ini nggak diijinkan terjun karena khawatir nggak terkontrol terus kepeleset atau apalah. Jadi kita cuma liat-liat dan maen-maen air di sisi air terjun. Beberapa petani sibuk mengurusi sawahnya. Di daerah ini ditanam padi khusus yang menghasilkan beras hitam, yang konon banyak khasiatnya. Padi penghasil beras hitam ini agak berbeda bentuknya dengan padi biasa, batang padi lebih besar dan daun padi lebih lebar, sepintas mirip rumput gajah.
Jadi ngapain aja di curug Ciangin? Nggak ngapa-ngapain, cuma kumpul-kumpul, ketawa ketiwi, makan-makan, ya udah… namanya juga rame-ramean. Kalo anak-anak sih sibuk berenang, maen di sungai, dan kalo berani ya terjun di curug (nggak yakin aman kalo buat anak-anak atau abege mah).
Menjelang siang, makan siang segera hadir. Oh ya, kita juga bisa ikut nge-charge HP di warung ujung. Mereka juga menjual macam-macam makanan dengan harga terjangkau, Paling mahal menunya 20 ribu, ya itu, nasi ayam lengkap. Lainnya sebangsa indomie, nasi goreng, sosis bakar, dan lain-lain. Kelapa muda disajikan segar lengkap dengan buahnya dan harganya murah aja, 10 rebu per butir. Intinya, nggak perlu takut kelaparan, baik pesan makanan atau jajan di warung mereka, sudah amat cukup memadai.
Selain perkemahan, di tempat ini juga disediakan beberapa rumah penginapan, saya lupa harganya berapa, entah 400 atau 500 ribu per malam, dengan kapasitas yang lumayan. Tapi mungkin lebih asyik berkemah.
Setelah makan siang, kita siap-siap untuk pulang. Sekarang tantangannya adalah harus naik ke atas bukit lagi, menuju tempat parkir, dengan membawa berbagai perlengkapan. Jalan yang terjal cukup berat untuk kakek nenek lincah sehingga harus pelan-pelan. Alhamdulillah, perjalanan pulang lancar.