About WAGs Huru-hara

WAGs, jaman-jaman suka mbaca gossip sepakbola, adalah Wives And Girlfriends, mengacu pada cewek-cewek di seputaran pemain bola.  Konon kehadiran cewek-cewek ini suka bikin recok, bahkan seringkali mengganggu konsentrasi pemain bola. Para WAGs ini ikut meramaikan berita dan kolom gossip tentang sepakbola.  WAGs yang mau saya bahas bukan WAGs ini, tapi WAGs satu lagi, yang sekarang sedang hot-hotnya, semenjak menjamurnya media short messenger bernama Whatsapp.  WAGs adalah Whatsapp Group, ditambahin “s”, karena jumlahnya bisa banyak bangeet dengan berbagai versi dan konsentrasi.  Kalau diperhatikan,  kaitan antara satu WAG dengan WAG lain di satu komunitas, mirip kayak teori himpunan, ada yang himpunan bagian, ada yang irisan, ada yang subset, atau union.  Lha misalnya ada WAG se kampus, trus ada WAG seprodi, trus ada WAG se-mata kuliah, trus ada WAG seselera nggossip dan seterusnya.  So, demikianlah WAG berkembangbiak saat ini. Jika harus mengikuti semua WAG, bisa-bisa meledak notifikasi dalam sehari. Oleh karena itu, sekarang semua notifikasi whatsapp saya matikan dan notifikasi WAGs untuk yang beranggotakan besar, sudah saya silent untuk setahun.  Tapi bukan berarti nggak dibaca lho.. ya dibaca siii.. seperlunya, sesempatnya.

Baca WAG itu ya gitu gitu deh, ada yang menarik, lucu, serius ataupun santai. Tapi, seperti halnya media rumpi lainnya, WAG juga saat ini tidak terbebas dari pencemaran penyebaran konten sampah seperti hoax, hatespeech atau konten-konten tak berguna lainnya (video lucu-lucuan yang bisa menghabiskan storage anda,  gambar mim nggak jelas, dan lain-lain).    Keterlibatan di WAG juga bisa sebagai anggota ataupun admin. Soal keaktifan, ya itu sih gimana selera. Mau aktif teu nanaon, mau diem aja juga nggak ada yang larang.  Kalo nggak betah, ya tinggal exit ajah.

So, demikianlah, diantara sekian banyak WAGs yang hilir mudik di ponsel saya, ada dua WAG yang sangat gerah. Satu WAG terkait keorganisasian yang pernah saya ikuti jaman dahulu kala, satu lagi WAG alumni SMA. Disebut sangat “gerah” karena seringkali di WAG ini terdapat posting-posting yang mengarah ke hoax dan hatespeech, sehingga memancing selera saya untuk usil-usil  meluruskan.  Alasannya sederhana, kayaknya nggak tega deh membiarkan orang meneruskan informasi-informasi yang sama sekali jauh dari kebenaran.  Tapi, meluruskan sesuatu itu nggak mudah, apalagi kalo mayoritas anggota WAG memilih diam, entah setuju, entah cari aman, entah nggak peduli.  Jadilah saya penghuni WAG yang paling usil.  Nggak apa-apa deh, namanya juga usaha.  Kalo saya sudah mencoba menyampaikan sesuatu kemudian ditolak, yo wes, aku rapopo kok.. Tugas saya sudah selesai.   Anehnya kegerahan di WAG tersebut sangat erat kaitannya dengan huru hara politik dan info-info gorengan yang sering nge-trend di dunia maya.  Jadi misalnya ada info criiing muncul di WAG, kemudian saya iseng-iseng cek linimasa di FB, weaalaaah.. nampaklah isu tersebut tayang juga di akun-akun dengan ide sejenis.. Ooo pantesan, jadi mudah ditebak bahwa segala sesuatu itu menyebar dengan pola dan kesamaan berfikir tertentu.  Dari dua WAG gerah tadi, saat ini, WAG yang satu lagi sudah rada mendingan. Sekali-sekali gerah, biasa, mayoritas yang posting “gerah-gerahan” tersebut adalah emak-emak gerah yang dengan secepat kilat mem-forward info yang didapat (biasanya dengan judul provokatif dan bombastis), tanpa mikir dulu, ini sumbernya bener nggak ya? Ini maksudnya apa ya? Ini manfaatnya apa ya? Pokoke pertamax..  Tapi untunglah sekarang frekuensi posting gerah-gerahan seperti ini sudah jauh berkurang.  Entah karena membernya berkurang (beberapa yang suka posting akhirnya left, bahkan ada yang pamit beneran dari dunia nyata), atau sumber info abal-abalnya berkurang, atau “semangat”nya yang berkurang.  Pernah saya baca, si tukang posting memulai kalimat dengan agak malu-malu “Saya pengen posting, tapi takut, takut nanti dibilang hoax dlsb.. “.. laaah.. kalo ente yakin info itu bener dan bermanfaat, ya posting ajaaah….

Tinggal satu WAG yang masih super heboh, yaitu WAG umum alumni. Mulanya ada “Subset” WAG juga dari alumni ini, yaitu WAG Tausyiah.  Setelah mencoba bertahan beberapa saat di WAG tersebut, akhirnya saya hengkang. Karena eh karena isi tausyiah-nya kayaknya spesifik dan selektif untuk membela kepentingan tertentu.

Pada umumnya, posting-posting gerah di kedua WAG tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Posting foto tokoh, trus di sebelahnya ada tulisan, diaku tulisan tersebut sebagai ucapan tokoh tersebut.  Ketika saya tanya, benarkah itu tulisan sang tokoh? dari mana? berita? buku? instagram? twitter? Eeeh si tukang postingnya tersinggung, katanya nggak apa-apa lah posting tulisan, nggak perlu lah cari tau apakah isi postingan tersebut bener-bener tulisan dia, asal isinya baik, nggak apa-apa disebarkan…. Hellloooowwww….!! Ya kalo bener itu tulisan si tokoh, kalo bukan? Itu namanya fitnesss…
  2. Posting berita dengan judul provokatif, sumber berita entah dari mana, dari media sim salabim yang nggak tau siapa pemred-nya, dimana alamatnya, siapa wartawannya..  Ketika di-counter dengan berita dari media lain yang lebih “jelas” kelembagaannya, katanya.. eeeh itu mah media mainstream, saya nggak percaya.. Tapi eh tapi besoknya dirinya mengutip berita dari media “mainstream” tersebut, karena isinya “sesuai dengan keinginan hati”nya.  Lhooo percaya kok sebagian-sebagian,  nggak percaya kok sebagian-sebagian.  Padahal, dalam teori matematika, untuk membuktikan sesuatu itu benar, maka semua anggotanya harus benar, dan untuk membuktikan itu salah, cukup satu aja, inget ya.. cukup satu aja yang salah.  Bukan berarti media “jelas” tersebut nggak pernah salah.  Beberapa diantaranya pernah salah, kemudian meralat kesalahannya dengan mengulang kembali pemberitaan tersebut.
  3. Posting foto yang dilengkapi dengan caption provokatif, dengan sumber dari… FB, twitter, dlsb.. sama sekali bukan sumber pemberitaan resmi.  Kadang-kadang gambarnya hasil kolase kreativitas sendiri.  Gambar A disambung dengan gambar B, ditambah video C, edit sana sini, ditambah bumbu judul yang bombastis.. jadilah beritaaaa.. taraaaaa…Kalo diingatkan, jangan gitu lhoo takut nanti fitness.. jawabnya.. lho saya cuma meneruskan, kalo mau ditangkep, tangkep aja yang pertama bikin editan tersebut… Helllo say.. kalo kata UU ITE,  yang nyebar-nyebar juga bisa ditangkep lhoo…
  4. Posting sesuatu yang diakui sebagai “berita” padahal itu cuma opini, misalnya opini tokoh masyarakat atau seseorang yang dianggap ditokohkan karena opininya sepaham dengan golongan tertentu. Beritanya sendiri mungkin cuma 1 paragraf, opininya 5 paragraf. Beritanya biasa-biasa, opininya dijadikan judul berita.  Misalnya..   “Bom yang ditemukan di Gang Senggol, setara dengan bom  nuklir”, trus dibawahnya dikasih komen.. gileee ya.. mosok teroris Indonesia bisa bikin bom nuklir, hebaaat bangeeud. .. atau si pejabat polisi yang ngomong ini guoblok ngkali yaaaa…….Setelah dibaca, ternyata kata-kata “setara dengan bom nuklir” itu adalah keterangan pak polisi tentang “kandungan bahan kimia” pada bom yang ditemukan, yang mungkin berupa penjelasan kepada wartawan. Misalnya ketika wartawan nanya..  itu bom isinya apa aja pak, waah ada zat XYZ,  ooh zat XYZ itu apa pak? Ya itu.. sejenis radioaktif, ya mirip-mirip kayak bahan bom atom.. Nah yang terakhir ini dipake jadi judul yang “cetaar”..

So, saya mencoba bertahan di WAG umum, dengan niat menjaga silaturahmi.  Namun, apadaya, saya juga kecewa di WAG umum ini. WAG yang mestinya untuk umum, artinya siapa saja, asal alumni SMA yang sama, angkatan yang sama, bisa menjadi anggota. Jadi bisa saja dari berbagai suku, agama, ras, pilihan politik, kepentingan, pekerjaan yang berbeda-beda.  Setelah saya hengkang dari WAG Tausyiah, harapannya di WAG umum ini mestilah lebih adem. Eeeh ternyata, para aktivis di WAG Tausyiah juga hiperaktif. Mereka kayaknya nggak puas kalo cuma ber”dakwah” di WAG Tausyiah, mereka rajin juga posting-posting tentang agama, nasihat, ayat-ayat, hadist dlsb. Kalo isi hadistnya umum-umum sih nggak apa-apa, misalnya baik ke tetangga, baik ke orang tua, dlsb.  Lah ini isinya sudah menjurus penggiringan opini ke arah tertentu.  Mulanya saya hanya mencoba menegur, kenapa nggak pake WAG kheuseus untuk tausyiah  kalo memang mau posting tentang agama. Eeeeh yang ditegur malah tersungging, terus menelurkan statemen, bebas aja mau posting apa juga..  Yo wes. sakarepmu..

Lama-lama postingannya semakin menggila,  nggak inget ada orang beda agama, nggak inget ada orang yang beda pemahaman politik, pokoknya kalo mereka berpendapat, pantang dibantah.  Beberapa kali ada anggota yang mengeluh dan mengingatkan, mending posting yang santai-santai aja, yang sehari-hari, info silaturahmi dlsb.  Ternyata para aktivist WAG ini pantang diingatkan, makin diingatkan makin menjadi-jadi.  Puncaknya sering kebablasan dan saling menyerang ranah pribadi.  Misalnya menjustifikasi tingkat keimanan orang, kepintaran, kecerdasan, kemampuan baca, bahkan kebahagiaan orang, hanya dari tulisan dan komentar. Woow hebat sekali..   Sayangnya, keluhan beberapa anggota, yang disampaikan secara halus, nggak ditanggapi, atau malah dimentahkan dengan alasan “tidak ada aturan” . Sampe detik itu, para admin pun diam seribu basa. Entah karena takut tidak populer, entah karena takut nggak enak dengan teman, entah mungkin dalam hatinya setuju dengan postingan para aktivis tersebut, intinya keributan dan kerusuhan tersebut dibiarkan, nggak pernah ada usaha menengahi, mengembalikan WAG ke fungsi semula, yaitu untuk silaturahmi.   Pernah juga ada yang mengomentari untuk tidak memposting sesuatu yang “sensitif”, tetapi definisi “sensitif” ini juga subyektif.  Menurut A topik X ini sensitif, sedangkan menurut B nggak.  Ya jadi susah laaah..   Tapi kalo saya sih gampang mengenali sensitif nggak nya isi postingan, kalo posting sesuatu yang sedang “ngetrend” dan penuh provokasi, pastilah itu topik sensitif.  Cuma entah “library” apa yang dipake oleh sekelompok orang sehingga mereka menganggap postingannya “tidak sensitif dan biasa-biasa saja”.

Karena kecewa dan merasa tidak ada manfaatnya di WAG tersebut, akhirnya saya ciao bye bye juga.   Eeeh, ternyata akhir-akhir ini saya dengar ada “WAG New”, sedangkan WAG huru-hara tersebut diubah menjadi “WAG ori”  (berarti selain WAG ini, yang lain adalah WAG KW).   Dengan penuh nada manis basa basi berbisa, si admin menjelaskan bahwa wag tersebut dibentuk atas desakan orang-orang yang merasa tidak nyaman di WAG Ori. Konon keanggotaannya ditentukan oleh koordinator setiap kelas.
Berikut penjelasan nan manis penuh basa-basi tersebut:

==========
Assalamu’alaikum Wr. Wb… Salam sejahtera utk kita semua… ? Teman-teman yang baik, menanggapi simpang siur informasi mengenai dibentuknya group baru Alumni SMA, kami para Korlas merasa perlu untuk “meluruskan” agar kesalahpahaman ini tidak berkelanjutan. Pada intinya tujuan dibentuknya WAG lama maupun WAG baru adalah untuk memelihara silaturahmi di antara alumni. Dengan berjalannya waktu WAG lama banyak membahas masalah2 politik, sosial, ekonomi dan hal2 lain yang, karena adanya perbedaan, kadang menjadi diskusi yang “panas” sehingga ada yang merasa tidak nyaman kemudian “left” group di mana tentu saja sangat disayangkan. Namun di sisi lain masih banyak juga yang masih bertahan karena dianggap justru ajang “menambah ilmu”… ?. Dari sinilah muncul usulan2 untuk membuat WAG baru yang lebih “adem” (mengambil istilah sebagian teman… ?). Kami sebagai Korlas sejatinya hanya memfasilitasi, tidak ada sedikitpun terbersit untuk memilah-milah teman, jika ada beberapa teman yang masih ketinggalan belum diinvite ke group baru hal itu semata-mata karena keterbatasan waktu dari Korlas. Untuk kebaikan bersama baik Group lama maupun baru akan tetap dipertahankan. WAG baru terbatas untuk posting hal2 yang ringan seperti hobby, kuliner, rencana copy darat, piknik bersama, dll… tidak diperkenankan memposting hal2 yg mengandung unsur agama dan/atau hal2 yang berhubungan dengan issue2 sosial, ekonomi dan politik dalam bentuk apapun yg bisa memicu perdebatan. Tidak ada yang boleh saling memberikan julukan “negatif” menyangkut pribadi anggota yang lain.
WAG yang lama tidak akan dihapus, karena di sana anggota grup bebas mengekspresikan pendapat dan argumentasinya namun harus tetap menjaga sopan santun dalam menyampaikan ekspresi dan saling menghormati. Setiap anggota WAG yang melanggar akan diberi peringatan secara pribadi oleh Korlas sampai 3 kali setelah itu akan diremove oleh Korlas terkait. Bila ingin bergabung kembali ybs dapat meminta untuk diinvite melalui Korlas masing- masing dengan catatan tidak akan mengulangi kesalahannya. Jika akan “left” karena alasan apapun dihimbau utk menyebutkan alasannya sebelum “left” agar tidak ada yg salah menduga alasan dibaliknya. Demikian maklumat ini dibuat agar menjadi maklum, semoga tidak ada lagi prasangka buruk diantara kita dan mohon kerjasamanya utk komit mentaati peraturan tiap2 WAG. Tertanda: Korlas (a, b, c, d, ….). Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Salam silaturahmi damai… ?
===========

Nah disini yang jadi pertanyaan adalah:

  1. Mengapa perlu dibuat WAG baru, memangnya yang lama kenapa?  Kemudian dijelaskan bahwa yang lama dibiarkan untuk saling adu debat kusir.. (oaaalaaah.. mengerikan sekali ya “term and condition” yang diberlakukan di WAG tersebut, berarti di WAG tersebut orang boleh mau posting apa saja, mau hoax, fitness apa saja edeeeh.. kalo nggak setuju, silakan debat sampe puasss).
  2. Pada welcome text di WAG baru disebutkan bahwa di WAG baru ini dilarang posting tentang politik, agama dan lain-lain yang memancing perdebatan, lhaaa   kenafaaah?  Bukannya itu dulu pernah diusulkan di WAG lama tapi don’t waro?  Yang hobi posting-posting kontroversial dibiarkan berkicau terus.
  3. Katanya, yang bandel akan diingatkan.  Lha kalo di WAG lama, kenapah nggak diingatkan? Nggak bisa? Nggak berani? Nggak enak? atau malah seneng kalo ada yang posting huru hara trus ada yang tersinggung?

Lucunya lagi, ketika saya berkomentar, jangan dagang politik di WAG laaah.. eeeh  malah dibilang “menuduh”. Lhaaa itu bukannya aturan di WAG baru juga demikian? Jangan posting politik.. cuma saya sampaikan dengan bahasa yang lebih “jelas”, karena saya tau persis, tukang posting hal-hal tersebut adalah pedagang politik yang mencoba menjual ide-idenya untuk mendukung kelompok atau paham tertentu.

Dipikir-pikir, para admin dan anggota WAG yang suka posting hal-hal aneh itu, mungkin nggak jauh beda dengan WAGs di sepakbola, beraninya cuma teriak-teriak, memprovokasi, dan ribut sendiri di bangku penonton.  Ngejelek-jelekin permainan si A, mengkritik pemain B, menghujat pemain C, tapi dia sendiri nggak pernah main. Ketika pemain bola aslinya berlari-lari berkeringat di lapangan, berjuang demi timnya, para WAG ini sibuk berdandan dan saling hujat satu sama lain.  Mbok sekali-sekali  main… iso ora??? Ketika ditanya wartawan apa pendapatnya tentang pertandingan, mereka sibuk memamerkan dandanannya. Pendapatnya? biasanya nggak jelas dan nggak penting.. karena sebenarnya mereka cuma cheerleader yang bersorak-sorak di pinggir lapangan.  Apa kontribusinya buat tim? Ya itu, ngerecokin ajah.. Bahkan seringkali mengganggu konsentrasi pemain karena berisik dan tidak produktif.

So, biarkanlah kalo begitu, kalo para member WAG itu seperti WAGs, itu karena sudah karakternya demikian. Ogah berfikir kritis, sibuk bergossip dan suka berteriak-teriak mengkritik orang padahal dirinya cuma duduk manis di bangku penonton.  Gambar di bawah ini adalah contoh kelakuan mirip WAGs (meski nggak semua cewek ya…), ketika kaka Bilal bertanding di Final FPI tahun 2013.   Pada babak final, penonton yang berada di belakang gawang, sibuk berteriak-teriak memprovokasi kiper, menyerang pribadi dan melontarkan ejekan, hujatan, melemparkan botol air mineral, kertas, apa saja yang bisa mengacaukan konsentrasi pemain. Sayang kakak Bilal nggak sanggup menahan emosi, sehingga dia berbalik dan menantang mereka untuk turun ke lapangan.   Sampai pertandingan selesai, nggak ada satupun yang turun.  Saking gaduhnya, pertandingan sempat dihentikan beberapa saat oleh wasit.   Apakah teriakan dan kritikan mereka mempengaruhi kualitas permainan? Nggak sama sekali… Mengacaukan permainanan? Jelassss… mengganggu produktivitas pemain?  Jelasss..
Semoga gerombolan WAGs  tersebut segera sadar…. jadilah penonton yang baik dan sportif.


“Being a good person is like being a goalkeeper. No matter how many goals you save, some people will remember only the one that you missed.”

Posted in Curcol.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *