Euleuuh… euleuuh.. tumben-tumbenan posting yang nggak ngilmiah….!! Emang biasanya ngilmiah gitu??
Ya sud, ndak usah berdebat. Blog punya saya ini, ya terserah laaah mau diisi apaan. Oke, in case nggak sempat tamat postingannya, minimal saya posting dulu keyword-keyword nya yaaa..
Pertama, teringat dengan filem ini, karena suddenly malem-malem tiba-tiba Les Misérables nongol di HBO Family, tapi versi 1998, dan yang jadi Jean Valjean yaitu om Liam Neeson, si Irlandia misterius. Kedua, karena filem ini mengingatkan saya akan sesuatu, suatu analogi, suatu pemetaan yang bisa dipaksa-paksain mirip laah. Ketiga, karena saya juga pernah nonton lengkap kap dari awal sampe akhir, yang versi 2012 nya, yang jadi Jean Valjean nya Hugh Jackman si Wolverine. Satu-satunya film drama musikal yang diujungnya tanpa sadar sampe berlinangan air mata nontonnya..(lebaaay… mulai deeeh..!!).
Ok, sekarang kita liat dulu penampakan para pemain Les Misérables taun 1998.
Trus kita compare dengan penampakan Les Misérables tahun 2012
and then, sebage perbandingan, mari kita tengok juga karya Victor Hugo lainnya, yaitu Hunchback of Notre Dame. Ini diambil dari versi filemnya, tahun 1997, Anthony Hopkins yang jadi Quasimodo.
Kebetulan, saya sempet membaca kedua cerita di atas, dalam bentuk novel (yang sudah diterjemahkan, tentunya.. heuheu…, tapi terjemahan versi aselinya, bukan versi ringan semacam “teenlite”). Setelah dibaca-baca-baca-baca.. kayaknya ada kemiripan “kesan sepikologis” yang ingin disampaikan oleh Victor Hugo, yaitu, bahwasanya, cinta, harus dibuktikan dengan waktu, tidak menuntut, dan seringkali orang berkorban demi cinta, meskipun tahu cinta itu tidak memberikan apa-apa. So, pada dua cerita di atas, seolah-olah berkorban ingin membuktikan sesuatu, bukan kepada orang, tapi kepada tekad dan komitment terhadap diri sendiri…(Lebaaay…!!)
Kaitan sepikologis dua novel di atas, tidak hanya pada soal “pembuktian” aja, tapi juga, dengan latar belakang yang hampir sama, yaitu kondisi kota Paris seputaran Revolusi Perancis, yang tidak stabil, awut-awutan, tingginya kesenjangan kaya-miskin, dan sebagainya, maka nampaklah banyak orang yang berpura-pura “idealis” menegakkan hukum, padahal menyimpan maksud dan kepentingan pribadi yang kalo dipikir-pikir siih, ndak berdasar sama sekali. Sikap “idealis” yang sebenarnya diragukan… idealis beneran, atau idealis merupakan kata lain dari sifat jahat, dendam, iri, benci tak beralasan dan sebagainya. Misalnya… pada cerita Hunchback of Notre Dame, ituuu ya.. Oom Frollo itu kok keukeuh pisan pengen menghukum Esmeralda, dengan alasan penegakan hukum. Deeeuh.. penegakan hukum atau pencitraan? Penegakan hukum atau dendam gara-gara Esmeralda tak sudi menjadi “hamba sahaya” nya, menerima bantuannya yang sama sekali tidak ikhlas tersebut. Terus, anehnya niih, oom Frollo tersebut menggunakan “kewenangan” nya untuk melaksanakan ambisinya tersebut, menghukum Esmeralda, untuk memberi pelajaran kepada masyarakat, supaya tidak terjadi efek “pembiaran”. Hadooooh..!! Ooom.. ooom.. emang ga ada ya penjahat yang lebih sadis dari Esmeralda, yang perlu dihukum sedemikian sadiss? Emang nggak ada ya penjahat yang menimbulkan kerugian jauh lebih besar daripada sekadar “goyang maut” nya Esmeralda? Memang tokoh Frollo di cerita ini tuuh nyebelin banget, sok sok an “suci”, sok-sok an mulia dan dermawan. Kenyataannya? Entahlaaah…
Sama juga halnya dengan Mister Japret.. eeeh Javert pada cerita Les Miserables. Kok ya ada yaa orang kurang kerjaan kayak Japret itu… ngejar-ngejar Jean Valjean, demi ambisi pribadi, beralasan “penegakan hukum dan kebenaran”, dan mengaku “I am the law”. Waduuuh, emangnya Valjean dosa apa sama dia? Okelah, Valjean bukan manusia suci, pernah berdosa. Beberapa dosa besarnya adalah mencuri roti, trus kabur dari tahanan, dan ditahan juga gara-gara mencuri roti. Jaman entu, konon dah biasa orang dihukum berat gara-gara hal sepele. (eiitsss kata siapa sepeeleee?? Penting itu..!! Buat penegakan moral..!! Bagemana jadinya negeri ini kalo orang mencuri roti seperti itu dibiarkan..!! Itu namanya efek pembiaran..!!). Yaa kira-kira begitulah pendapat Jabret.. eeeh Japret,…eeeh Javert. Maka Javert bertekad siang dan malam, pagi dan sore, untuk mencari segala macam cara, memanfaatkan segala macam informasi dan kondisi, untuk menjebak, menjatuhkan dan menangkap Jean Valjean. Berkali-kali Javret nyaris berhasil, dan Valjean kepaksa tidak dapat berfikir tenang, berpindah-pindah menyelamatkan diri, dan menjadi tidak produktif, tidak dapat bekerja sesuai kapasitasnya. Dari walikota, kepaksa jadi pak Bon. Dari seorang pemimpin, kepaksa jadi jongos. Blum lagi, si Valjean ini, dah keadaannya susah, kok ya nekad-nekadnya nolong seorang anak yang sama sekali bukan tanggung jawabnya, ya teteh Cosette yang cantik jelita itu, setelah sebelumnya secara spontan, menolong mamahnya Cosette, Fauntine. Lhaaa, nampaknya si Jabret ini juga kurang kerjaan. Konon sebage polisi dia harus mengawasi “ketertiban dan keamanan”, tapi sebenernya dia lebih terobsesi mengawasi Valjean, ketimbang bener-bener mengawasi masyarakat laennya.
So tidak heran, Valjean kueseeell banget sama Jabret ini. Tapi ndak bisa apa-apa, lha wong Jabret punya legalitas hukum untuk “melaksanakan tugas” nya sebage orang yang berwenang memutuskan sesuatu. Meskipun landasan keputusannya mungkin tidak bijak, tapi yaaa that is human, suka pura-pura bijak, padahal sebenarnya sama sekali tidak bijak. Melihat sesuatu hanya pada landasan kertas, pokoke peraturannya demikian, pokoke begitulah ketentuannya. Padahal jauh dalam hatinya itu .. entahlah apa isinya.. Makanya Victor Hugo sampe nulis :
All animals are to be found in men and each of them exists in some man, sometimes several at a time
Beuuu…. homo homini lupus ngkali yaaa.. Ketika ada orang yang tertindas, dan Jabret dapet kesempatan dan kesenangan dengan menindas orang tersebut, maka dia dengan efektif dan efisiennya menggunakan kewenangannya untuk memberlakukan kebijakan yang sama sekali tidak bijak. Ketika Jabret diberi kewenangan, diberi anak buah, maka dia gunakan kewenangan dan anak buahnya untuk mengejar ambisi pribados, menjatuhkan Valjean.
If misalnya, Japret itu stupid dan ambisius, tapi Japret itu hebat lhooo.. dia bisa membuat para pejabat laen mendukung tindakannya. Dengan diplomasi tingkat tinggi, Jabret mengesankan seolah-olah dirinya adalah penegak hukum yang serius, konsisten serta keurnseurn dengan keamanan dan ketertiban di masyarakat. Jangan sampe orang jahat seperti Valjean, yang suka memanipulasi orang, yang suka memanfaatkan orang laen, kok malah dianggap sebagai orang baek, kok dianggap sebage orang yang berguna, dlsb…. Itu masyarakat yang keleru.. nggak bisa melihat dengan jernih. Padahal sebenernya Jabret laaah yang harusnya dianggap sebage pahlawan, karena sangat konsisten melindungi warganya dari tipu daya Valjean yang memang astuti (aseli tukang tipu) itu. Hadoooh..!! Begonya… para petinggi laennya ya meneeng waeeee… manut waeee.. malah nampak setujuh-setujuh aja sama skenario Japret. Ditambah lagi keahlian Jambret eeeh.. Javert untuk mencitrakan situasi gawat, sehingga dia diberi keleluasaan penuh untuk bertindak. Saking sebelnya Jambret sama Valjean, pada saat dimana seharusnya dia percaya bahwa Valjean punya niat baik nolong dia, eeeh keukeuh tidak percaya… Tapi, Valjean, seperti biasa, menjadi sang pahlawan tanpa cela. Meski sudah disakiti, dia tetap dapat memberikan pengampunan pada Javert, meskipun kueseeelll banget.. Kata Valjean..
“Javert, knapa siih ente ngganggu ane mulu…?? Emang ane sudah berbuat apa ke ente?? Apa ente nggak bisa ninggalin ane supaya ane bisa mulai hidup dengan tenang?”
Tapi ya itulah Javert, bukannya insyaf dan waspada, tapi malah sombong dan pongah bilang bahwa dia nggak akan pernah melepaskan Valjean. Hoooi.. ini tugas negara atau ambisi pribado siiii..?
Ya sud.. kita nggak ngomongin gimana endingnya.. yang jelas ujung-ujungnya Javert bunuh diri, karena ngerasa gagal mempertahankan konsep idealisnya. Naah ini bedanya, kadang-kadang di dunia nyata, orang kayak Javert itu, ketika gagal, belum tentu bunuh diri.. paling-paling bunuh harga diri. Lagian, bunuh diri maah dosaa atuuh…!!
Intinya, when sometimes suddenly tiba-tiba anda merasa sangat benar, merasa dapat menghakimi orang laen, merasa paling perfect, merasa sangat “keunseurn” sehingga harus melakukan banyak dan segala cara untuk menunjukkan bahwa anda peduli… naaah disaat itu anda harus hati-hati.. itu bener-bener idealisme atau aspek obsesi nggak jelas yang sudah menyusupi diri anda, yang mungkin sekali didorong oleh berbagai faktor, misalnya iri, tapi ati-ati juga, sapa tau nggak ada juga faktor alasan yang jelas, tiba-tiba anda sangat benci seseorang sehingga sangat ingin melihat orang ini hancur lebur berantakan. Naah, kalo anda sedikiiiit aja nyadar hal itu sudah terjadi…. plis wake up, plis ingatlah bahwa kebencian itu merusak, menghabiskan energi, dapat menyebabkan penyakit jantung, kanker dan kehilangan akal sehat. Percayalah.. percayalah.. benci tidak hanya terjadi karena adanya keinginan, tapi karena didorong oleh peluang dan kesempatan..!!